Mendenyutkan Literasi Sejak Usia Dini

Anak usia dini adalah usia emas. Sebuah masa perkembangan yang tidak boleh disia-siakan oleh siapapun. Masa yang baik untuk menanamkan karakter yang baik, memunculkan rasa penasarannya, dan masa yang baik untuk membentuk anak memiliki kebiasaan yang baik—misalnya memiliki budaya membaca yang baik, berani mengungkapkan pendapat dan kebiasaan-kebiasaan baik lainnya yang perlu dimunculkan atau dilatih sedari usia dini.

Teman-teman semuanya yang sedang membaca tulisan ini dan kebetulan mempunyai anak, ponakan, adik, saudara sepupu bahkan tetangga yang mempunyai anak usia dini pun mari kita semua bahu-membahu untuk membantu perkembangan anak yang sedang dalam usia emas agar benar-benar kelak menjadi emas bahkan berlian.

Jangan berfikiran sempit apalagi langsung pesimis sebab telah tertanam dalam mindset biar jadi pintar ya harus sekolah di tempat mahal, duit darimana?  Atau telah tertanam mindset bahwa sulit mengajarkan anak kecil untuk suka kepada buku,  yang anak remaja aja susah apalagi anak kecil? Buang itu jauh- jauh.

Tidak ada hal yang mudah, tapi juga tidak ada hal yang benar-benar sulit. Semua sudah dalam porsi yang pas.

Terlalu berbelit-belit ya? Hehe. Jadi sebagai orang dewasa, orang tua mempunyai peranan penting untuk membentuk anak seperti apa. Hal wajib yang harus dikenalkan kepada anak tentunya tentang agama agar mengenal Tuhannya dan hidup dalam aturan. Selanjutnya membantu perkembangan anak agar optimal salah satu caranya dengan melatih anak untuk mempunyai kemampuan literasi yang baik.

Literasi akhir-akhir ini berkembang maknanya  menjadi lebih luas, artinya literasi tidak hanya sebatas membaca dan menulis saja. Menurut World Economic Forum pada tahun 2015 ada 6 literasi dasar yang harus dimiliki generasi sekarang, yaitu Literasi numerasi , literasi finansial, literasi budaya dan kewargaan, literasi sains  dan literasi digital selain literasi baca tulis yang sudah disebutkan. Makna literasi sekarang menjadi sangat luas. Tapi mari coba dari yang paling sederhana dan paling dasar yakni literasi baca dan tulis.

Teman-teman semuanya membuat anak untuk suka membaca memang membutuhkan usaha keras dan ketekunan. Di tulisan ini adalah cerita seru perjuangan Saya dalam menumbuhkan minat baca anak yakni kepada ponakan-ponakan Saya yang saat ini masih berada dalam usia emas dan tak boleh Saya lewatkan momen baik ini.

Pengalaman menjadi relawan literasi dalam komunitas literasi yang Saya ikuti tentu memberikan pengalaman yang sangat mengesankan. Selain itu membuat hidup menjadi lebih bermakna. Setidaknya ada kebaikan dari adanya Saya di dunia ini untuk orang lain.





Selama menjadi relawan literasi Saya bersama teman-teman komunitas tersebut berusaha untuk mendenyutkan literasi di masyarakat. Kegiatannya pun beragam dari membuka Taman Baca di alun-alun kota, Goes To TBM (Taman Baca Masyarakat), Ngabuburead Literasi dan yang lainnya. Dari kegiatan yang berhasil terlaksana akhirnya memberikan dampak serta menyadarkan Saya bahwa gerakan literasi harus pula dimulai dari keluarga di samping melakukan gerakan literasi di masyarakat.

Jadi Saya melakukan gerakan literasi keluarga dan gerakan literasi masyarakat dalam waktu bersamaan. Sebagai bentuk dukungan untuk menyukseskan Gerakan Literasi Nasional yang menjadi program pemerintah untuk membuat Indonesia menjadi berdaya.

Kebanyakan karakter anak tentu menyukai sesuatu yang ceria dan menarik. Buku cerita anak dengan gambarnya yang lucu dan warnanya yang cerah  sangat menarik minat anak tentunya. Saya kebetulan punya banyak koleksi buku cerita anak karena pernah mendapat hadiah buku dari salah satu kompetisi yang Saya ikuti dan lumayan untuk memfasilitasi anak-anak dengan buku yang berkualitas.

Sebelumnya Saya banyak mencari informasi di internet tentang bagaimana  cara efektif memperkenalkan buku kepada anak- anak.
Saya pun mempraktekkannya, dengan cara- cara berikut
1. membaca buku di depan anak untuk memancing rasa ingin tahunya
2. Memberi hadiah buku
3. Menyediakan banyak buku cerita anak.
4. Bercerita kepada anak
5. Dan berdiskusi buku yang telah dibaca dengan anak.

Teman-teman semuanya, Saya berusaha betul untuk mempraktekkannya. Dengan harapan bisa menumbuhkan minat baca si kecil keponakan Saya.

Langkah awal yang dapat bisa teman-teman tempuh adalah memancing rasa keingintahuan anak-anak terhadap buku adalah dengan membaca buku di depan anak-anak. Cara ini memang cukup efektif untuk memancing dialog tentang apa yang sedang kita lakukan. Mulailah untuk memperkenalkan buku dengan dialog-dialog ringan tentang buku.

Dari dialog-dialog tersebut Saya dapat menangkap sinyal bahwa anak-anak antusiamenya tinggi. Selanjutnya adalah Saya membuat anak-anak jatuh cinta kepada buku dengan membacakan isi buku cerita tersebut. Sebab rasa penasarannya sudah mulai muncul, saya perlihatkan buku-buku yang menarik dan lucu, siapa yang tidak tertarik?

Langkah selanjutnya adalah Saya mulai belajar bercerita. Sadar bahwa anak-anak belum bisa membaca, Saya pun belajar untuk bercerita kepada anak-anak. Bahkan bercerita menjadi metode andalan Saya, percayalah Saya bukan pendongeng profesional—bahkan dalam dongeng- mendongeng bisa dikatakan sangat amatir. Bermodalkan niat dan keinginan untuk bisa menumbuhkan minat baca kepada anak-anak sedini mungkin. Tantangan yang ada tak jadi masalah.






Ada kebahagiaan ketika ponakan lucu Saya dengan senang hati bahkan ceria mendengarkan dongeng ala kadarnya Saya. Salah satu cara yang Saya terapkan adalah tidak terpaku dan kaku bercerita seperti yang ada di buku. Justru Saya lebih sering berdialog bertanya tentang tokoh misalnya hewan yang ada dalam buku cerita kemudian Saya bertanya ini gambar apa? Warnanya apa? Jumlahnya berapa? Cara jalannya bagaimana dan pertanyaan- pertanyaan lain terkait gambar.

Senang bukan main teman-teman ketika mereka menjawab dengan sangat antusias. Ketika mereka belum tahu hewan apa itu kita bisa memberikan wawasan baru serta kosakata baru untuk anak-anak. Wah bermanfaat sekali bukan membacakan cerita untuk anak? Setelah itu barulah Saya menceritakan bagaimana kisah dalam buku cerita tersebut tentunya dengan dialog- dialog interaktif.

Setelah selesai membacakan cerita biasanya Saya kembali mengajak diskusi tentang cerita apa yang ada telah Saya bacakan tersebut.  Bertanya siapa tokohnya, suka tokoh yang mana, kenapa? ada kejadian apa? di mana? dan lain-lain layaknya pertanyaan 5W+1H.

Tujuan Saya sebenarnya untuk melatih anak berani berbicara dan berani mengungkapkan pendapat. Kekritisan anak- anak juga Saya latih betul dengan pertanyaan yang mengarah untuk anak terbiasa berfikir kritis terkait cerita yang Saya bacakan.

Untuk teman-teman yang tidak memiliki banyak koleksi buku di rumahnya jangan bersedih dan jangan menyalahkan keadaan. Cobalah untuk meminjam buku di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) terdekat pasti banyak sekali koleksi bukunya dan bisa dimanfaatkan fasilitas tersebut untuk meminjam buku. Jika tidak ada TBM sepertinya tidak apa-apa menyisihkan uang untuk membelikan buku anak. Harganya juga masih terjangkau bahkan ada yang kurang dari Rp. 10.000, tentunya yang mahal pun ada. Wah jadi tidak ada alasan ya karena tidak punya buku. Pilih yang terjangkau di kantong ya teman- teman.

O..iya jika teman-teman memang tidak sempat membeli buku dikarenakan sibuk secara tenaga dan uangnya memang dipakai untuk keperluan yang lain, cobalah memanfaatkan fasilitas dari buku-buku yang disediakan oleh Kemendikbud. Bisa mengunjungi linknya disini https://gln.kemdikbud.go.id . Koleksinya cukup banyak dan tentunya gratis. Asik kan? Hehe.  Saya juga sering mendownload buku dari sana, ketika anak-anak mulai merasa bosan dengan koleksi yang itu-itu saja atau karena belum sempat membeli buku yang baru.

Alhamdulillah dari usaha tekun dan telaten Saya selama ini akhirnya budaya baca anak- anak sudah terbentuk terutama untuk ponakan Saya yang sudah memasuki Kelas 1 di sekolah dasar dan sudah bisa membaca dengan baik. Bahkan sudah bisa betah membaca buku sampai habis.

Selain mengajarkan membaca Saya terus memberi motivasi untuk anak-anak belajar membaca agar bisa membaca buku sebanyak mungkin yang mereka mau dan mereka pun menjadi bersemangat.

Perlu menjadi catatan juga mungkin di awal- awal kita senang  dengan antusias anak yang menggemaskan. Satu kali, dua kali, tiga kali ketagihan. Empat kali justru Saya yang bosan. Hahahhaha.  Ini adalah kisah nyata bagaimana Saya yang akhirnya justru merasa terteror karena anak-anak selalu meminta untuk diceritakan. Apakah teman-teman mengalami hal yang sama?

Tapi harus ditepis ya rasa malasnya, jangan sampai rasa tertarik anak-anak terhadap buku hilang disebabkan orang dewasa di sekitar anak tidak mampu memberikan contoh dan pengajaran yang baik. Jika memang tengah sibuk sampaikan alasannya dengan baik, dan buat janji untuk kembali menceritakan ketika sedang tidak ada pekerjaan.

Itulah cara-cara yang Saya gunakan untuk mendenyutkan literasi di lingkungan keluarga Saya. Jika kita belum bisa berkontribusi menyukseskan Gerakan Literasi Masyarakat yuk kita mulai dari keluarga dengan menyukseskan Gerakan Literasi Keluarga. Semoga informasi ini bermanfaat ya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebaikan Berbagi Membuat Hidup Menjadi Lebih Bermakna

Membentuk Generasi Antikorupsi Dengan Metode Mendongeng

Berwisata Sambil Belajar