Urgensi Penerapan Moderasi Beragama dalam Dunia Nyata dan Dunia Maya
Sumber: Pixabay/GDJ |
Indonesia adalah negara multikultural. Negara yang indah dengan banyak budaya, bahasa, suku, ras, dan agama. Keberagaman ini merupakan kekayaan yang patut kita syukuri dan kita rayakan, bukan sebaliknya. Mari bertanya sudah mampukah kita merawat kebhinekaan yang ada dan nyata ini?
Sumber: |
http://www.dakta.com/upload/Ilustrasi-Kerukunan-Umat-Beragama.jpg
Potret Indonesia yang sesungguhnya adalah bukan tentang keseragaman melainkan keberagaman. Bhinneka tunggal ika adalah semboyan persatuan tentang segala rupa perbedaan yang menghiasi bumi Indonesia. Akan damai jika bisa berlaku sebagaimana mestinya seperti yang terkandung dalam semboyan Indonesia, berbeda-beda tapi tetap satu jua. Itulah Indonesia yang seharusnya.
Hidup di tengah lingkungan yang beragam memerlukan prinsip kuat untuk tetap menjaga keyakinan dan persatuan. Tetap yakin dengan apa yang kita yakini, di sisi lain menghargai apa yang orang lain yakini. Tidak menjadi masalah tetap bersama meski banyak hal-hal berbeda. Apakah bisa? Tentu bisa! Dengan sikap minimal harus mau menerima kenyataan bahwa ada banyak hal berbeda yang akan kita temui dalam dunia ini. Hasil daripada proses penerimaan ini adalah mampu bersikap toleransi.
Tantangan Beragama di Era Digital
Pixabay/Pixelkult |
Muncul tantangan baru bagi umat beragama yang hidup di era digital saat ini disamping tetap menghadapi tantangan keberagaman. Saya sebagai anak muda tentu akrab dengan teknologi. Pemanfaatan teknologi misalnya dalam menggunakan sosial media atau kegiatan dunia maya lainnya bisa kita akses dengan mudah. Sosial media selain sebagai sarana hiburan juga banyak digunakan sebagai pendekatan baru dan kekinian yang menyasar para milenial dalam belajar agama. Penyebaran ajaran sebuah agama dalam era digital saat ini memiliki ruang gerak yang luas. Tidak hanya di ruang offline saja, di ruang online pun mulai banyak kita temukan kelompok agama yang mengangkat konten tentang agama masing-masing. Tren baru dalam belajar agama yang tidak harus mengikuti kajian tatap muka berganti melalui media sosial. Melihat fenomena ini tentu memerlukan sikap antisipasi dari para setiap pembelajarnya.
Kemampuan menangkis semua informasi yang disebar melalui internet memerlukan kemampuan literasi digital yang baik. Sayangnya, banyak pula kelompok agama radikal yang mengambil peran dalam berdakwah melalui media sosial. Sikap selektif terhadap konsumsi konten juga perlu terus diasah, agar tidak menerima bulat informasi yang belum tentu benarnya. Hal yang ditakutkan adalah terbawa arus pola pikir bagaimana beragama dengan cara keras dan harus seragam, yang tentu tidak sesuai dengan kondisi Indonesia yang beragam.
Maraknya belajar agama melalui media sosial juga beriringan dengan fenomena hate speech, kata-kata kasar, saling hina dan caci alih-alih menunjukkan sikap baik dan peduli menjadi sering kita jumpai di media sosial. Saat ini kasus intoleransi tidak hanya terjadi di dunia nyata tapi juga di dunia maya. Sikap rasis, saling mengkafirkan, membid'ahkan sebuah amalan, dan penistaan agama adalah beberapa tindakan yang menunjukkan tidak adanya kerukunan antar umat beragama. Era digital yang seharusnya membawa banyak manfaat, justru salah dalam pemanfaatan oleh para penggunanya.
Namun, belakangan saya juga menjadi akrab dengan istilah moderasi beragama. Sebuah istilah untuk orang yang beragama dengan mengambil sikap jalan tengah. Moderasi beragama artinya beragama dengan proporsi yang pas tidak ekstrem atau berlebihan dan tidak pula kurang atau meremehkan. Moderat adalah sebutan bagi orang yang menerapkan sikap moderasi beragama. Melihat fenomena demi fenomena yang bisa mencederai keutuhan pancasila, moderasi beragama menjadi sangat penting untuk mulai dipraktekkan.
Urgensi Penerapan Moderasi Beragama dalam Dunia Nyata dan Dunia Maya
Moderasi beragama atau cara beragama pada jalan tengah membantu kita dalam memahami sekaligus mengimplementasikan ajaran agama dengan adil dan seimbang, agar terhindar dari perilaku ekstrem yang merugikan dan membawa kerusakan umat. Islam radikal dengan ajaran garis kerasnya, ujaran kebencian yang sengaja diciptakan, saling mengkafirkan dan menghina antar umat beragama, sungguh menguji persatuan kita. Sikap moderasi beragama baik di dunia nyata dan dunia maya mari kita hidupkan. Menggemanya istilah moderasi beragama mungkin sebuah respon terhadap tindakan-tindakan ekstrem yang awalnya dalam konteks agama kemudian melebar pada konteks kemanusiaan.
Memanusiakan manusia adalah esensi dari ajaran agama. Namun, faktanya banyak kelompok ekstrem terjebak dalam praktek beragama yang berujung pada melanggar hak-hak kemanusiaan. Dua prinsip dalam moderasi beragama adalah adil dan seimbang. Selain mengutamakan hal-hal berkaitan ibadah kepada Tuhan, menjaga hubungan dengan sesama makhluk juga tidak boleh disepelekan. Semua harus berjalan dalam porsi yang sama imbangnya. Itulah mengapa seseorang yang moderat bisa menjaga dua kutub yang rentan terjadi gesekan.
Sesuatu yang berlebihan tentu tidak baik. Dalam urusan beragama, bersikap berlebih-lebihan hingga melupakan esensi daripada agama itu sendiri kenapa diturunkan kepada manusia bisa membawa pada menyakiti perasaan dan merenggut hak. Sebab merasa paling benar dan menganggap yang berbeda adalah salah bahkan kafir merupakan sikap ekstrem yang tidak seharusnya ditunjukkan oleh orang yang beragama. Kefanatikan beragama yang berujung pada sikap saling menghina dan membenci. Lupa bahwa kita sama-sama Indonesia, sama-sama manusia yang punya hak untuk hidup sebagaimana mestinya. Agama diturunkan agar kita memilki aturan, Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak. Melenceng jika kita bersikap amoral yang mengatasnamakan agama menjadi penyebabnya. Islam ada untuk membawa rahmat bagi seluruh alam bukan membawa petaka bagi seluruh alam.
Sumber: http://www.lespimous.com
Sebuah pengingat untuk masing-masing individu bahwa perbedaan adalah keniscayaan. Perbedaan ada untuk saling mengenal dan saling melengkapi. Toleransi adalah kunci agar perdamaian di bumi pertiwi tidak hanya sekadar mimpi. Moderasi beragama, memegang prinsip dan menjaga tempo dalam beragama baik di dunia nyata ataupun maya adalah upaya untuk mewujudkan persatuan dalam keberagaman agama.
"Ini cara saya untuk merawat kebersamaan, toleransi, dan keberagaman. Bagaimana cara kamu? Kabarkan/sebarkan pesan baik untuk MERAWAT kebersamaan, toleransi, dan keberagaman kamu dengan mengikuti lomba "Indonesia Baik" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini .
Komentar
Posting Komentar